Apa yang dimaksudkan dengan potensi? Potensi adalah suatu benih yang ada atau tanda-tanda. Dalam diri setiap manusia ada dua potensi yang ada. Potensi kehewanian dan keilahian. Ini sudah disebutkan dalam kata ‘manusia’ itu sendiri.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

‘Manusia’ didasarkan pada 2 kata, ‘manas, dan ‘isy’. ‘Manas’ bermakna mind. Kata ini selalu dikaitkan dengan pikiran. Dan pikiran senantiasa berhubungan dengan insting hewaniah. Hardware nya disebut bagian otak yang disebut limbik. Insting hewani ini dibutuhkan dalam kehidupan di dunia ini. Insting hewani terkait dengan makan, seks, dan kenyamanan atau tidur.

Kata ke dua, ‘isy’ bermakna keilahian. Itulah sebabnya dalam diri manusia memiliki sifat ilahiah, kasih dan sayang. Orisinilnya, manusia berasal dari sumber yang sama. Jiwa manusia bagaikan percikan air laut. Sebagaimana sifat air laut, walaupun percikan, sifatnya masih sama dengan sumbernya, laut. Software nya disebut neo cortex. Bagian otak ini mengolah hal yang bersifat universal. Bukan hanya mengolah hal yang rendahan berkaitan dengan untung rugi bagi diri sendiri termasuk golongan dan kelompok.

Sebagaimana pola alam semesta yang selalu berkembang, manusia juga diberikan takdir untuk berevolusi. Suatu perkembangan yang menuju kesempurnaan. Inilah yang saya maksudkan potensi manusia satu dan sama, evolusi jiwa menuju kesempurnaan. Ingat… menuju. Bukan menjadi.

Jika di analogikan dengan mudik lebaran juga ada kemiripan. Asal manusia dari kampung tidak bawa bekal menuju ke kota untuk mencari nafkah. Potensinya juga satu, kemauan untuk mengembangkan diri dalam hal mencari duit atau harta benda. dana di saat lebaran kembali ke kampung.

Satu bedanya. Potensi keilahian manusia di dunia semestinya melepaskan keterikatan terhadap bendawi sehingga saat kembali ke alam asalnya dalam keadaan kosong, sementara manusia yang mudik lebaran bawa oleh-oleh sebagai bukti keberhasilannya merantau. Jika manusia juga ingin kembali ke alam asalnya dengan bawa bukti, ya dibuktikan bahwa pikirannya tidak mengandung benda dunia.

Potensi untuk kembali murni sebagaimana murninya air laut dimiliki oleh setiap manusia. Dalam kehidupan inilah mesti terjadi evolusi. Kepemilikan terhadap agama tidak aka menghaslkan potensi keilahian. Merasa memiliki agama sama juga dengan merasa memiliki mobil. Justru lebih berbahaya.

Saat merasa memliki mobil bisa pamer. Namun ketika mobilnya hilang atau dijual, ia tidak bisa pamer. Tetapi merasa memiliki agama adalah intangable . Tidak bisa hilang, karena tidak berwujud. Ia tidak bakal merasa hilang, tetapi egonya semakin menguat. Rasa ini tidak bakal hilang jika si orang yang merasa memiliki tidak sadar bahwa rasa kepemilikan ini menjadi beban bagi jiwanya.

Rasa kepemilikan terhadap agama membuat diri arogan. Membuat manusia lupa bahwa ia datang ke dunia tidak ada pikiran kepemilikan seperti ini. Rasa kepemilikan terhadap agama atau keyakinan terjadi di dunia. Oleh karenanya juga harus dilepaskan di dunia. Lepaskan segala sesuatu yang diperoleh di dunia. Karena hal itu juga didapatkan di dunia. Diperoleh di dunia harus dilepaskan saat ada di dunia pula. Datang pikiran bersih pulangpun pikiran dalam keadaan bersih.