Saatnya mempertanyakan, apakah ada sesuatu kebenaran yang akan membahagiakan manusia jika melakukan pengurbanan hewan. Pernahkah kita bertanya pada kambing kurban, relakah mereka dikurbankan? Pernahkah kita memperhatikan kepedihan hewan saat akan disembelih? Pernahkah kita melihat melihat mata sapi akan disembelih?

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Mata sapi yang akan disembelih berkaca-kaca. Dengan kata lain, sesungguhnya mereka tidak rela jika disembelih.

Apa yang dikurbankan bukanlah hewan yang dalam di luar diri.

Mari kita perhatikan esensi pengurbanan.

Berkurban berarti merelakan sesuatu yang kita miliki lenyap dari diri kita dan memberikan manfaat bagi orang lain. Membunuh hewan untuk kurban jelas bertentangan dengan dengan visi Baginda Rasulullah SAW.

Visi Baginda Rasulullah SAW adalah: ‘Rahmattan lil alamin’ Rahmat bagi sekalian alam. Apakah benar mengurbankan sesama makhluk hidup perbuatan rahmat bagi si hewan yang akan dikurbankan? Jelas tidak. Jika mereka bisa berbicara, mereka akan bertanya: ‘Mengapa saya yang mesti disembelih sebagai kurban untuk kendaraan di surga?’

Banyak yang tidak setuju pastinya. Tetapi, menyembelih hewan kurban akan mendatangkan manfaat bagi evolusi jiwa kita? Sama sekali tidak. Yang lucunya, berkembang pemikiran bahwa mengurbankan sapi atau kambing dianggap bahwa sapi atau kambing bisa jadi kendaraan saat di surga. Betapa menggelikan. Bukankah pemikiran seperti ini tidak berbeda dengan pola pikir masyarakat budaya China yang juga membakar mobil-mobilan dari kertas dengan harapan bahwa mobil tersebut akan jadi kendaraannya di alam sono. Sami mawon pola pikirnya.

Masihkah kita menutup mata atas kejadian kekerasan yang dilakukan oleh para pelajar di sekitar kita? Pernahkah kita berpikir bahwa ada korelasi yang sangat kental antara penyembelihan hewan kurban dengan perilaku mereka? Mungkin sedikit terlintas dalam benak kita bahwa ada memori yang tertanam dalam pikiran mereka saat diajak melihat sapi atau kambing di sembelih. Seorang anak sangat kuat menyimpan memori. Dan berbahayanya, memori yang terlalu dalam bisa mengubah perilaku tanpa disadarinya. Bahkan akan menjadi sifat si anak.

Pasti ada yang bertanya, bagaimana berkurban dengan tepat agar memberikan manfaat bagi sesama. Berikan atau belikan saja bahan mentah lainnya sebesar harga sapi atau kambing. Bukankah dengan membelikan beras atau bahan mentah lainnya tidak akan tersisa?

Jelas bahwa pola pikir ini akan ditentang keras. Tetapi kita harus ingat pada ayat 7 Al Israa: “Segala perbuatan baik semata untuk diri sendiri”

Saat kita berkurban sesungguhnya kita merelakan miliki kita untuk orang lain agar senang atau bahagia. Yang mesti dikurbankah adalah sifat kehewanian dalam diri kita. Ini sangat mendukung atau selaras dengan visi Baginda Rasulullah SAW. Rahmat bagi sekalian alam. Hewannya tidak ada yang mati, masyarakat bahagia.

Belikan barang mentah atau kumpulkan uang senilai harga hewan, kemudian belikan bahan mentah atau jadikan saran umum yang bermanfaat bagi lingkungan, sekolah atau saran kesehatan yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Atau lainnya yang bermanfaat bagi hajat hidup manusia.

Banyak yang rugi memang. Jelas para pedagang hewan protes karena mereka tidak akan mendapatkan keuntungan. Mungkin banyak yang protes, para pedagang tidak mencari keuntungan dalm menjual kurban. Benarkah demikian? Mungkin satu dua orang yang sudah kaya mau melakukan hal ini. Berdagang hewan kurban tanpa ambil keuntungan. Tetapi mari kita perhatikan, benarkah para pedagang yang saat ini berjualan menganut pemahaman demikian?

Para jagal sapi. Tidak satupun para pemotong hewan tidak meminta bagian dari yang dikerjakannya.

Mereka yang mengurbankan hewan dengan menyematkan tulisan: Sapi ini sumbangan si Polan. Si Polan akan bangga namanya disebutkan berkurban sapi. Hidungnya pun kembang kempis serta berjalan menengadahkan dada. Bukankah ini perilaku yang tidak dibenarkan dalam Islam, ria? Mereka kehilangan kesempatan untuk pamer. Dapat dipastikan mereka menolak.

Apakah benar bahwa pendapat bahwa masyarakat banyak tidak atau jarang makan daging? Benarkah daging bermanfaat bagi tubuh kita? Jika di daerah dingin daging bermanfaat bagi tubuh kita. Namun saat ini kita hidup di alam tropis. Jelas daging tidak butuh.

Jika kita ingat pesan Baginda ketika usai perang Badar: “Jihad atau perang terbesar adalah mengalahkan hawa nafsu”. termasuk nafsu keserakahan, ria atau sombong atau suka pamer. Sifat irihati dan dengki adalah sifat hewaniah yang mesti disembelih atau dikurbankan. Bukan makhluk hidup lain yang dikurbankan untuk menaikkan pahala sendiri.

Dimana korelasi bahwa mengurbankan hewan selaras dengan visi Baginda Rasulullah SAW, Rahmattan lil alamin. Kehadiran manusia adalah memberikan rahmat bagi sekalian alam. Potong atau sembelih sifat kehewanian dalam diri, maka kehadiran manusia memberikan manfaat atau berkah bagi semesta…