Betapa selama ini sangat tolol bin goblok perilaku kita. Kita terus menerus berteriak, mari kita merdekakan bangsa ini dari penjajahan!!! Padahal diri sendiri saja belum bebas alias belum merdeka. Kita masih saja terbelenggu oleh arogansi, oleh gengsi, dan oleh dogma yang akhirnya mematikan kreativitas. Kita yang seringkali mengatakan bebas, sesungguhnya masih sangat terikat. Orang yang bebas adalah orang yang sadar bahwa dirinya terikat dan ia berupaya untuk melepaskan belenggu.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Orang yang sehat pasti tidak sibuk cari obat. Hanya orang yang sakit sibuk cari obat. Orang kaya tidak bakal sibuk cari harta benda. Orang yang merdeka tidak bakalan sibuk bicara kemerdekaan. Untuk apa bicara tentang matahari besok terbit tidak ya… Mubasir alias buang energi. Sudahkah kita bebas dari belenggu yang diciptakan masyarakat atau ligkungan?

Sebagai contoh, awal tahun ini ada seorang saudara mengawinkan anak perempuannya. Dalam tradisi Jawa, yang punya hajat adalah dari pihak yang punya anak perempuan. Artinya pihak teman saya. Tapi karena keterbatasan biaya untuk buat pesta besar ataulah di tempat yang agak lumayan, ia memutuskan untuk menikahkan anaknya di masjid tertentu. Dan bahkan pikiran ekstrimnya adalah cukup panggil penghulu, nikahkan anak di masjid dan kemudian undang saudara dekat sekedar makan bersama. Yang penting sahnya.

Dia pun memanggil anak perempuannya untuk bicarakan hal tersebut. Daripada uang hanya untuk sewa gedung dan biaya makan, bukan kah lebih bermanfaat untuk uang muka rumah. Dan si anak perempuan setuju atas ide tersebut. Sekarang si anak perempuan sudah tinggal di rumah sendiri. Dan juga tidak ada masalah hanya mengundang sekian orang kerabat. Semuanya okay…

Disini kita bicara gengsi. Jika tidak sadar, jelas si orang tua akan cari pinjaman untuk menikahkan anaknya. Di akhir pesta pernikahan, yang ada penderitaan. Kita juga pencipta penderitaan. Jelas tidak punya uang, tapi sok gengsi cari pinjaman. Tolol kan? Apa yang diperolehnya? Hanya pujian pepesan kosong. Coba saja cari berita dari tetangga yang diundang dan memuji saat pernikahan apa pendapatnya mengenai datangnya debt collector ke temannya yang baru punya hajat. Dapat dipastikan jawabannya: “Salahnya sendiri pinjam. Sudah tahu keuangannya mepet, masih saja punya hajat.” Siapa yang menanggung malu? Kita juga. Inilah belenggu gengsi. Perbudakan lingkungan. Kita belum merdeka dari pendapat lingkungan.

Demikian pula kita pergi beribadah dengan tidak tulus. Pasti karena takut dibilang tidak beragama. Pernahkah kita berpikir bahwa sesungguhnya urusan manusia beragama atau tidak adalah urusan Tuhan dan si manusia. Bukan tergantung penilaian orang lain. Banyak orang puasa karena takut dibilang ini dan itu. Bukan karena percaya bahwa puasa itu bermanfaat bagi diri kita. Bahkan sering kita melontarkan kata:” Hormati dong kami yang berpuasa ini!”

Sadarkah kita bahwa dari ucapan itu saja kita sesungguhnya sudah batal niat puasanya. Disini ada indikasi kita tidak ikhlas puasa. Baginda Rasul sering bersabda,berpuasalah sehingga orang lain tidak tahu bahwa kau sedang puasa. Yang kita lakukan adalah bertentangan dengan petunjuk nabi. Kita masih belum merdeka dari minta penghormatan. Kita masih diperbudak kesombongan ego. Kita sesungguhnya belum kenal diri kita.

Ternyata perbudakan lingkungan sangat erat membelenggu diri kita. Bahkan demi gengsi terhadap tetangga, kita rela ambil duit kantor alias korupsi agar tidak dibilang ketinggalan jaman. Kita masih pada tahap kesadaran badan.

Ada beberapa lapisan kesadaran pada manusia (Terinpirasi buku: Seni Memberdaya Diri dan Neo Zen Reiki by Anand Krishna, www.booksindonesia.com):

    1. Lapisan kesadaran badan. Semua diukur dari pakaian luar dan penampilan
    2. Kesadaran energi. Se akan kita mampu menyerap energi dari luar. Kita menangis adalah minta perhatian. Inilah kesadaran energi
    3. Lapisan emosional. Emosi menguasai diri
    4. Kesadaran pikiran. Menurut pendapat kita yang selalu benar..
    5. Kesadaran spiritual. Di sini dalam tahap penghilangan atau penafikan ego

Dimanakah saat ini kita berada? Hanya kita sendiri yang tahu. Tidak perlu men-judge orang lain. Benahi diri sendiri . Jika setiap orang memerdekakan diri pribadi, adalah keniscayaan negeri ini bangkit…………..