Mind (gugusan pikiran dan perasaan) yang spiritual pada dasarnya adalah mind yang ilmiah. Ia ingin mengeksplorasi dan mengalami sendiri apa itu kebenaran. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan antara sains dan spiritualtas.
Keyakinan dan kepercayaan – sebagaimana ditampilkan oleh institusi-institusi terkait – bekerja pada prinsip penerimaan. Terimalah sebagaimana adanya. Sebaliknya, spiritualitas bekerja pada prinsip eksplorasi, pengujian, dan di atas segalanya, eksperimen.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Seorang spiritual tidak menjadi skeptis selamanya. Ia tidak terperangkap dalam jaring-jaring teori ilmiah dan filosofi. Ia menemukan kebenaran dan meaplikasikannya dalam kehidupannya sendiri.
(This is Truth That too is Truth by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com)
Banyak orang yang begitu meyakini bahwa keyakinan atau kepercayaan yang dianutnya paling baik dan benar. Mereka bahkan tidak percaya pada yang disebut spiritual. Atau bahkan mereka anggap bahwa spiritual itu sama dengan keyakinan atau kepercayaan. Sebagian besar orang mengatakan ketika mereka begitu tekun melakukan ibadah atau ritual dianggapnya sudah amat spiritual. Pada hal amat sangat berbeda.
Keyakinan dan kepercayaann yang sudah dilembagakan dalam bentuk institusi bekerja pada prinsip PENERIMAAN. Perhatikan saja ketika kita hendak membantah atau berdikusi dengan golongan atau kelompok keyakinan atau kepercayaan. Mereka selalu menabukan dialog. Atau dengan kata lain principal:’Pokok-e…’ digunakan. Jika membantah, kata pemimpinnya dianggap sesat. Ini sama sekali bukan atas prisnsip yang sama dengan ilmiah.
Kaidah ilmiah atau sains adalah: Eksplorasi, pengujian, dan eksperimen. Spiritual sebaliknya, menganut kaidah yang sama dengan ilmiah atau sains. Ini sebabnya para spiritualis tidak mudah menjadi seorang skeptis. Mereka menemukan kebenaran atas dasar pengalamannya sendiri. Jaring filosofis menjadi diragukan ketika tidak bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian tentang perilaku air yang dilakukan oleh Masaru Emoto telah membuktikan sesuai kaidah ilmiah. Jika hal ini diimplementasikan pada kehidupan kita, tak pelak lagi bisa bermanfaat. Mereka yang berperilaku dengan landasan pemahaman ini bisa dikatakan sebagai seorang spiritualis. Dengan demikian, seseorang yang mendasari perilakunya berdasarkan hasil pembuktian Masaru Emoto bisa membuat seseorang menjadi spiritual. Seorang spiritual berprinsip: ‘Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan.’
Albert Einstain seorang saintis murni. Pada ujungnya, ia menyadari bahwa kita semua dipersatukan oleh satu energi yang sama. Unified Field of Energy…. Sang Maha Energi. Dasar kita satu dan sama. Energi… Kehidupan manusia satu dan lainnya tidak terpisahkan…
Prinsip dasar ilmiah adalah hukum sebab-akibat. Spiritual pun meng-amini hal ini. Siapa menabur angin akan menuai badai. Siapa menanam akan menuai buahnya. Bukankah ini hukum sebab-akibat? Tidak ada sesuatu yang ajaib, semuanya melalui suatu proses.
Ilmiah diakui bila sudah dilakukan pengujian. Para spiritualis pun bisa melakukan hal sama. Kebenaran yang sudah dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya menuntun ke arah kebahagiaan sejati, kebahagiaan berarti tidak menderita. Budaya adalah spritual. Budaya adalah kebiasaan atau adat baik yang telah teruji memberikan manfaat bagi masyarakat banyak. Baik atau bajik berarti memenuhi kepentingan banyak orang. Bukan kepentingan segolongan atau sekelompok orang.
Penderitaan terjadi ketika kita terbelenggu oleh harapan yang tidak terpenuhi. Orang-orang yang mengalami penderitaan terjadi ketika mereka tidak bebas. Bebas dari belenggu pendapat orang lain. Ketidak bebasan itulah sesungguhnya penderitaan. Kita ingin dianggap ‘wah’, maka kita beli barang ber-merk. Pada hal ia tidak memiliki cukup uang. Ia berpikir bahwa ketika tidak memiliki yang ber-branded mewah, ia tidak dipandang. Ia sudah hidup di bawah kendali orang lain. Ia terbelenggu. Ia tidak bebas. Ia belum menggapai ke-mokshaan.
Kebebasan atau moksha bukanlah hal setelah kematian tubuh fisik. Dan ini bisa kita gapai dalam kehidupan ini. janganlah percaya bahwa hidup bahagia hanya bisa décapai setelah alam kematian. Dan ini biasanya ada pada sistema lembrava keyakinan dan kepercayaan. Mereka tidak mau berdialog ketika ditanyakan bukti ilmiah keyakinan dan kepercayaan. Sangat berbeda dengan para spiritualis. mereka bisa memberikan bukti sesuai dengan kaidah sains atau ilmiah.