Abraham Samad pun berteriak bahwa banyak koruptor selepas maghrib pada pulang ke rumah. Bahkan ada yang main golf, kata seorang politisi PKS. Tak pelak disangkal langsung oleh tuan Denny Idrayana bahwa hal ini tidak benar.
Biasalah, tuan Denny Indrayana membela korpsnya sebagai Wamen Menkumham. Tetapi jika mau bukti, silahkan amati saja di Lapas klas 1 Cipinang. Tanya pada mereka secara langsung lebih afdol daripada mendengarkan suara tuan Denny Indrayana. Saya agak sangsi dengan tuan yang satu ini. Mengapa?
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Dalam kasus Anand Krishna, misalnya. Suatu letika seseorang berkeinginan bertemu pada tuan yang satu ini mengenai kasus Anand Krishna. Jelas pada perkaranya adalah tuduhan pelecehan seksual. Yang sesungguhnya tidak terbukti. Hal ini sesuai dengan keputusan hakim berintergritas yang tidak disangsikan kejujurannya, Hakim Albertina Ho. Namun apa jawaban tuan Denny Indrayana, wah itu kasus penistaan agama.
Bagaimana tho tuan, apa anda tidak baca berita? Apalagi saya pernah mengantar berkas yang berkaitan dengan semua proses persidangan Anand Krishna ke kantornya. Masih saja mengelak bahwa ini kasus penistaan agama. Dengan kata lain, tuan yang satu ini tidak membaca.
Nah, benarkan? Pada kasus para tahanan koruptor yang selepas maghrib pada jalan ke mall atau pulang ke rumah atau ke cafe untuk dugem, tuan Denny berteriak menyangkal. Apakah ia memang berupaya untuk melindung koruptor? Ini haya kemungkinan.
Siapa tho yang sekarang percaya pada lembaga Kejaksaan. Silahkan googling, sudah banyak bukti berdasarkan hasil survei bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah turun dengan tajam. Kasihan juga sih, lembaga yang dibiayai dari pajak rakyat malahan mendzolimi yang membayar gaji mereka.
Ketika ketua MK berteriak agar semua tahanan yang berkaitan dengan pasal 197 UU no 8, KUHAP dikeluarkan, Menkumham yang memiliki kewenangan tetap tak bergeming. Maklum, MK tidak sekuat Kementrian Kumham. Jadi diabaikan juga tidak ada kekuatan. Sedih juga ketika mendengar hal ini.
Mekumham merasa yang sudah dilakukan paling benar sendiri. Selain dijajaran mereka, dianggap angin lalu. Inilah yang disebut ego sektoral. Inilah tanda kehancuran negara. Ketika setiap instansi sudah saling adu otot merasa menang sendiri. Sepertinya para institusi di negeri ini sudah tidak memiliki rasa kebersamaan membangun negara Indonesia yang jaya.
Siapa yang tidak tahu kelakuan para sipir di Lapas? Saya masih ingat ketika suatu ketika bertemu dengan seseorang yang sekolah untuk pendidikan profesi sipir penjara. Dia berkata bahwa cita – utama menjadi sipir di Lapas klas 1 Cipinang. Mengapa? Karena di sana banyak koruptor menginap. Dan banyak info yang mengatakan bahwa para koruptor sangat royal berbagi uang saat dipenjara. Mungkin tuan Denny belum pernah jadi sipir sehingga belum merasakan pembagiang uang para koruptor. Saya sarankan agar sekali – kali tuan Denny menyamar sebagai sipir penjara.
Setiap instansi selalu menganggap dirinya paling baik. Lihat pada tuan menteri M.Nuh. Ketika jelas – jelas UN amburadul, tidak sedikitpun tuan menteri merasa malu untuk mengundurkan diri. Tuan yang satu ini juga menantang, jika presiden yang minta ia mundur, ia bersedia. Jika tidak, ia tidak bakal mundur. Padahal jelas bahwa ini kesalahan dirinya sebagai eksekutor UN.
Ia lupa bahwa ketika pelaksanaan UN, sang presiden tidak ikut serta melakukan. Ia lah pelaku yang bertanggung jawab atas kesalahan di kementriannya. Ia masih cari pembenaran. Karena ia tahu bahwa sang presiden tidak bakal melengserkannya. Mengapa???
Jika sang presiden melengserkan menteri yang diangkatnya sendiri, berarti ia telah salah memilih menteri. Salah siapa memilih yang ceroboh? Tentu si pemilih juga ceroboh. Sami mawon, jangan harap lahir presiden pintar dari rakyat yang tidak pintar. Rakyat pintar hasilkan presiden pintar. Inilah hukum alam.