Apakah yang disebut Keilahian?
Suatu pertanyaan yang menarik. Tetapi jika ada orang bertanya demikian, sebaiknya tidak usah dijawab. Akan sangat membuang energi jika seseorang tidak tahu akan keilahian dalam dirinya. Ibaratnya ada orang yang bertanya, ‘Bagaimana rasa gula?’
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Seorang bijak tidak akan menjawab, tetapi langsung diambilkan gula, kemudian diberikan. Demikian juga dengan pertanyaan tentang Keilahian, minta orang tersebut duduk dan pejamkan mata. Rasakan kehadiran Nya dalam diri. Jika untuk merasakan kedamaian dalam diri pun tidak bisa, bagaimana mungkin menjelaskan keilahian?
Kata adalah hal yang akan menjadi perdebatan. Banyak hal yang sesungguhnya tidak dapat disampaikan melalui kata. Satu contoh yang menarik adalah ketika seorang Mahatma Gandhi menghadapi sesuatu masalah yang sulit dijelaskan.
Kemudian ia pergi menghadap gurunya. Saat itu, menurut ceritanya, ia ditemani oleh asisten pribadinya. Begitu keluar dari rumah gurunya, ia bisa mengatasi secara bijak masalah yang dihadapinya tadi. Ketika seseorang bertanya pada asisten pribadinya tentang apa yang dibicarakan antara Mahatma Gandhi dengan gurunya, sang asisten menjawab bahwa sedikitpun tiada pembicaraan antara Sang Mahatma dan gurunya.
Sedikit orang memahami akan rahasia ini. Rahasianya:’ Tanpa kata melampaui kata.’
Ya, saat itu jawaban antara guru dan murid berupa gelombang. Bukan kata. Kata banyak dimanipulasi oleh pikiran. Karena pikiran masih berbasis intelektual. Celakanya, intelektual sering melakukan manipulasi agar dikira hebat. Bukankah hal yang sama terjadi pada para nabi saat menerima wahyu? Saat itu, para suci sudah melampaui buddhi, mereka sudah mencapai tingkat intuisi.
Tanpa disadari suatu ketika, anda pun mengalami hal yang sama. Ketika menghadapi suatu masalah, kemudian anda duduk diam atau berjapa memuji nama Dia, tanpa anda sadari terucap: ‘Oh ya….’ Dan anda kemudian memahami apa yang harus dilakukan pada masalah yang dihadapi. Padahal, sebelumnya anda merasa bingung bagaimana mengatasi masalah tersebut. Itulah jawaban dari Sang Maha Bijak.
Sang Mahatma Gandhi hanya cukup menutup mata saat berhadapan dengan sang guru. Sang Guru pun demikian. Sang Mahatma membuka diri terhadap kehadiran sang guru, saat itu terjadi kesatuan antara guru dan murid. Apa yang diketahui sang guru akan diketahui pula oleh sang murid. Ke duanya berada dalam gelombang yang sama. Dan terjadilah transfer of knowledge.
Sekarang bayangkan, ada suatu ruangan yang gelap. Ketika ada sinar atau cahaya dari pelita memasuki ruangan, semuanya terlihat jelas. Si penerang atau cahaya itulah yang membuat semuanya tampak. Demikian pula jika dalam diri kita mengetahui buruk dan baik, berarti bahwa ada yang tahu apakah yang buruk dan baik adalah suatu hal yang lebh tinggi dari buruk dan baik.
Cahaya mewakili di atas buruk dan baik. Ia netral. Bukan kah jiwa dalam diri kita juga netral tidak buruk dan baik. Jiwa berfungsi sebagai cahaya, tidak menghakimi baik atau buturk. Ia bebas dari hukum sebab akibat. Karena ia tidak melakukan apapun juga. Ia hanya menjadi penerang.
Yang mengalami hukum sebab akibat adalah materi. Dengan kata lain, jiwa bukan lah materi. Oleh karenanya ia bebas dari hukum sebab akibat. Ia abadi adanya. Tidak pernah lahir dan tidak pernah mati. Ia melampaui kelahiran dan kematian. Ia adalah kehidupan itu sendiri…….
Sang guru yang sudah melampaui kata, tahu yang dihadapi si murid. Jika dijelaskan dengan kata, besar kemungkinan terjadi salah pengertian…
Tanpa kata melampaui kata….