Suatu ketika saya melihat tayangan talk show membahas tentang kejahatan seks pada YN oleh sekelompok pemuda di Bengkulu. Dalam tayangan tersebut, kak Seto sebagai pemerhati anak menyarankan agar lebih diutamakan pembinaan pada anak di bawah umur pelaku kejahatan seks. Namun, sebagaian besar suara masyarakat menghendaki agar dikenakan hukuman lebih berat, dikebiri, misalnya. Bahkan keinginan sebagaian besar kelompok masyarakat dan juga anggota dewan terhormat.
Mungkin hukuman badan ini bisa membuat jera para pelakuk kejahatan seksual?
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Ini masih menjadi bahan perdebatan. Tampaknya kita tidak juga memahami efek hukuman badan bagi manusia. Let say, hukuman kebiri dijatuhkan. Saya memiliki keyakinan bahwa hal ini tidak akan membuat jera. Mau bukti???
Apakah sebelum kejadian perkosaan di Bengkulu belum pernah terjadi penghukuman tubuh atau badan bagi pelaku kejahatan seks sebelumnya? Tidak temans…. Banyak kejahatan seks sudah ada sebelumnya, tetapi tetap saja tidak membuat takut bagi 14 orang yang sebagian besar anak di bawah usia. Sehingga hanya maksimal 10 tahun dijatuhkan pada mereka.
Kemudian, tidak lama setelah itu, ada seorang berumur 26 tahunan melakukan perkosaan serta pembunuhan pada balita usia 2,5 tahun. Dan masih ada lagi kejahatan seksual lainnya di berbagai daerah.
Masihkah kita mnutup mata bahwa hukuman tubuh seakan jalan pintas untuk mencegah kejahatan terjadi? Lupakah kita bahwa sesungguhnya akar pemasalahan kejahatan bukan karena tubuh? Pikiranlah yang harus diperbaiki agar tidak terulang lagi. Besar kemungkinan kejahatan lebih sadis bisa dilakukan oleh mereka yang dikebiri.
Karena dendam yang sangat, mereka bisa melampiaskan kejahatan seks lebih sadis. Bisa saja mereka dendam pada wanita. Bukannya tambah benar, tetapi mereka akan melakukan kesadisan seks dalam bentuk lain. Penyiksaan terhadap wanita karena hasrat seks mereka tidak bisa terlampiaskan. Banyak kanal atau saluran yang bisa timbul dari otaknya sebagai pelampiasan energi kejahatan. So, selama pembenahan terhadap akar permasalahan, mentalitas manusia, tidak bisa dibenahi, maka bukan sembuh, tetapi bisa meledak dalam bentuk kejahatan seks tanpa alat kelamin.
Banyak dari kita tidak sadar bahwa setiap orang memendam hasrat seks, hanya ada yang bisa disalurkan ada yang tidak. Semua bermula dari media sosial di sekitar kita. Tanpa disadari oleh kita, sesungguhnya kita semua bertanggung jawab terhadap kejahatan seks yang semakin marak akhir-akhir ini. Seakan kita bisa menyelesaikan dengan cepat dengan melakukan penghukuman bagian tubuh bagi pelaku kejahatan seks, namun kita lupa memadamkan energi negatif dalam pikiran atau mental orang tersebut.
Kejahatan korupsi semakin marak di sekeliling kita. Masih kurangkah orang yang dihukum karena korupsi? Sudah berapa kali anggota dewan terhormat yang ditangkap tangan alias OTT kemudian dijebloskan ke Sukamiskin. Tetapi, masih saja yang berani melakukan. Seperti inikah yang akan terjadi bagi para pelaku kejahatan seks. Bukan reda, tetapi semakin marak. Bisa juga setelah keluar dari hukuman fisik, mereka melakukan kejahatan seks dalam bentuk lain. Semua karena kita tidak mampu membenahi mentalitas dari si pelaku………..
Oleh karena itu, tepat yang disampaikan oleh kak Seto, pembinaan yang utama. Bukan penghukuman tubuh…. Kita tidak mau belajar dari New Zealand, negara-negara Skandinavia yang banyak menutup penjara karena semakin berkurannya pelaku kejahatan. Kita pemalas yang mengambil jalan pintas, hukuman fisik…….
Akar permasalahan pada pola pikir tidak dibenahi. Inilah akibatnya kita mengabaikan pembenahan pada para guru di sekitar kita. Kita pikir, dengan menaikkan pendapatan para guru, mereka membaik mentalitasnya. Benarkah????
Betulkah sebagai negara yang mayoritas beragama Islam, kita sudah menjadi negara paling Islami????
Silakan baca ini sebagai bukti penelitian……….