Belajar dari aliran sungai atau selokan yang menuju satu sumber atau muara agung lautan. Kita bisa merasakan bila kita naik kapal yang ada di sungai menuju ke laut lepas, amat sangat terbatas pandangan. Kita hanya bisa memandang sisi kanan dan kiri yang terbatas. Bila kita ingin bebas dari kesempitan pandangan, kita harus melaju ke arah akhir muara sungai, laut. Berada di lautan bebas, kita bisa melihat jangkauan pandangan lebih luas dan jauh.
Demikian pula bila kita hanya berada pada satu pemahaman keyakian atau kepercayaan tertentu yang ada, kita akan terus berkutat di tempat. Hanya pada saat hidup sekarang inilah kita memiliki berkah atau peluang untuk mengayuh sampan atau kapal melaju menuju muara agung, lautan bebas.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Perjalanan pada satu keyakinan tertentu dan tidak perdalam sampai akhir atau ujung, kita bagaikan seseorang yang naiki di atas kapal atau sampan. yang tidak pernah sampai ke lautan luas. Kita hanya bisa terus memandang tepian tebing sungai ataupun hutan belantara. Pandangan kita terbatas. Amat sangat terbatas.
Yang lucu adalah bila sungai kita sejajar dengan sungai tetangga. Sama-sama di atas perahu atau kapal. Kemudian kita saling mengejek, saling merendahkan. Dan memuji kapal kita terbaik. Lebih parah lagi bila kita berhenti kemudian saling menghujat dan menghina bahwa kapal atau perahu kita paling baik. Atau aliran sungai kita lebih baik dari tetangga kita. Alhasil?
Kita tidak pernah sampai ke muara sungai, lautan bebas. Inilah akibatnya bila kita saling menghujat atau menghina perahu atau aliran sungai tetangga. Energi kita habis hanya untuk memuji kapal atau aliran sungai kita terbaik sehingga kita lupa tujuan akhir dari perjalanan, lautan bebas. Padahal kita sama-sama belum tiba di muara sungai.
Keyakinan atau kepercayaan apa pun yang ditinggalkan para suci atau avatar sebagai pedoman menuju kebebasan mutlak. Kebebasan yang tidak terhingga. Kita terjebak oleh pikiran atau mind kita. Ego kita. Kita terjebak oleh arogansi kebodohan kita. Inilah ketidaktahuan. Inilah kegelapan abadi. Kita lahir kemudian mati tanpa sampai tujuan akhir, lautan kebebasan. Kita asyik bermain di geladak kapal atau perahu dengan saling menghujat dan menghinakan perahu tumpangan tetangga. Dan lupa mengayuh samai hingga ujung atau muara sungai.
Saat kita berada di lautan luas, kapal yang kita gunakan untuk menyusuri sungai tidak layak lagi digunakan untuk mengarungi lautan lepas. Kita mesti rela melepaskan atau meninggalkan kapal sungai sebagus apa pun itu. Say good bye pada kapal tumpangan sungai.
Alam telah mengajarkan sesuatu yang bernilai, yang bisa membawa kita menuju kebebasan sejati. Itulah tujuan kelahiran kita di bumi. Tidak lagi terbelenggu di atas kapal sungai yang serba terbatas. Tergantung kita menafsirkan pelajaran yang ditinggalkan oleh mereka yang pernah menggapai ketinggian tidak terbatas. Jangan pelihara kemalasan kita dengan mengatakan; ‘Ah itukan avatar !!!!’ Kita menutupi kemalasan kita dengan mengatakan ini dan itu. Kita lupa bahwa potensi yang ada pada diri avatar atau para suci juga sama dengan potensi kebebasan yang ada dalam diri kita.