Nah loe…..
Selama ini kita meminta bantuan Tuhan jika diterpa ketidakadilan atau kejahatan. Kita selalu minta pertolongan Tuhan saat ditimpa musibah atau rumah kita didatangi pencuri dan barang yang kita sayangi hilang.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Sering kali kita lupa bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Nya.
Mungkinkah seorang pahlawan atau seseorang pejuang ada tanpa adanya keadaan suatu bangsa dijajah? KIta seringkali lupa bahwa adanya pahlawan disebabkan adanya penjajahan.
Bukankah terang juga dibutuhkan ketika gelap? Dengan kata lain, yang ada terlebih dahulu adalah gelap. Setelah itu baru dibutuhkan kehadiran pelita atau sinar untuk menerangi.
Mungkinkah ada obat jika tidak ada penyakit terlebih dahulu? Amat sangat tidak mungkin. Adanya penyakit mendorong manusia untuk mencari obat agar bisa membebaskan seseorang dari penderitaan penyakit.
Dari hal-hal tersebut di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa adanya yang tidak baik dahulu, baru yang baik muncul. Gelap dahulu ada, baru dibutuhkan terang. Sakit dulu ada, baru obat diciptakan atau dibuat..
So, bukankah penjajahan dibutuhkan untuk menciptakan pahlawan. Dengan kata lain, tiada yang baik tanpa adanya hal yang buruk terlebih dahulu.
Artinya, kejahatan dan keburukan berjasa dalam menciptakan kebaikan….
Sekarang tergantung kesadaran kita, apakah kita akan muncul dahulu atau belakangan…. Adanya kecerdasan Ilahi dalam setiap insan menjadi sumber penerangan untuk mengamati hal tersebut. Inilah kepiawaian manusia dengan neo-cortex nya.
Dua-duanya berasal dari sumber yang sama. Karena ke duanya berasal dari sumber yang sama. Ke duanya ada dalam kehidupan yang satu dan sama.
Memang secara otomatis, saat kita mengalami musibah ditipu atau dijahati seseorang kita menyebut nama Dia. Dan bahkan lucunya, kita sering minta agar orang tersebut dihukum oleh Tuhan. Sadar atau tidak sadar sesungguhnya kita seorang yang tidak percaya pada Tuhan. Mengapa???
Karena kita anggap Tuhan sebagai alat atau suruhan agar membela kita yang sedang didzalimi. Pernahkah kita merenungan, saat selama hidup di dunia kita ‘merasa’ sudah melakukan perintah Tuhan. Sembahyang sekian kali, berderma uang pada yang membutuhkan, membantu orang dan berbuat baik dan lain sebagainya yang ‘menurut’ perasaan kita atas peritah Tuhan. Misalnya, saat kita mati, di alam sana, Tuhan berkata: ‘Hey kamu yang baru mati, kamu ditempatkan di neraka….’
Saya yakin dan percaya, saat itu terjadi, kita akan berteriak: ‘Wah jangan begitu dong Tuhan. Saya kan sudah berbuat ini dan itu selama hidup di dunia. Ini yang saya lakukan sebagaimana yang diinstruksikan oleh si fulan. Katanya, jika saya mengikuti segala instruksinya, saya akan masuk surga.’
Lha koq????
Memang siapa si Fulan?
Apakah si Fulan adalah agen Tuhan. Pernahkah kita merenungkan bahwa apa yang dikatakan si Fulan sebatas pengetahuan yang masih meminjam. Bukan atas dasar pengalaman. Jika si Fulan pernah mengalami, dapat dipastikan si Fulan tidak mengatakan demikian. Ia akan merujuk apa yang disampaikan para nabi. Bahwa apa pun yang kita perbuat bukan atas landasan pikiran intelektual. Pikiran seorang pedagang.
Kita harus sadar bahwa selama pikiran intelektual, yang tentu didasari atas dasar untung rugi tidak sejalan dengan kebijakan alam semesta. Sifat alam adalah keselarasan dengan kepentingan orang banyak. Kemaslahatan seluruh mahkluk hidup. Bukan hanya untuk kepentingan golongan, kelompok, atau diri sendiri.
Saat mekakukan kebakan atau perintah seseorang masih harapkan imbalan, saat itu, kita belum berpikir atas dasar intelegensia. Atas dasar sifat mulia. Sedangkan, pola pikir intelektual dapat dipastikan berlandaskan kenyamanan badaniah atau pemenuhan keinginan inderawi….
Masih mau komplain bahwa kejahatan atau musibah yang kita terima adalah semata sebagai akibat perbuatan kita sendiri. Janganlah menyalahkan atau mohon pada Tuhan utuk melindungi diri kita. Kita mesti ingat, bahwa mereka yang berbuat jahat bahkan maling pun saat melakukan minta perlindungan dari Tuhan….
Jangan semakin membuat bingung Tuhan…..